FILOSOFI HIDUP DARI PENDAKIAN

Aku pernah mendaki gunung setidaknya satu kali dalam hidupku. Itu adalah pendakian pertamaku dan aku tidak ingin itu menjadi pendakianku yang terakhir. Itulah sebabnya aku menulis ini, untuk orang-orang yang melarangku mendaki, atau untuk kalian yang tidak suka dengan acara mendaki gunung. Pahamilah arti sesungguhnya dan cobalah berpikir idealis, karena alam memanggil kita dari hati..


Bagi orang yang sering mendaki, atau yang pernah mendaki mungkin memiliki perasaan yang sedikit banyak sama dengan yang lainnya. Saat kita mendaki gunung, tidak peduli seberapa tinggi gunung tersebut, tidak perduli seberapa curam trace untuk menuju puncak, bahkan tidak perduli berapa lama berada dalam hutan yang lebat. 


Bukan karena semua itu mudah atau tidak perlu dikhawatirkan lagi, tapi karena setiap orang yang akan melakukan pendakian memiliki perhitungan yang matang sebelum pendakian dimulai. Banyak sekali yang harus diperhitungkan seperti:
  1. Lokasi pendakian
  2.  Transportasi PP untuk ke lokasi
  3. Searching tinggi gunung, pos-pos yang ada disana, hingga segala tentang gunung tersebut
  4.  Jalur pendakian yang ingin dilalui dan mempelajari trace hingga kepuncak
  5. Barang apa saja yang harus dibawa
  6. Persediaan makanan apa saja yang pas untuk disantap diatas gunung
  7.  Proses pendaftaran dan memulai pendakian
  8.  Perhitungan jam
a.      Mulai mendaki,
b.      Berhenti di pos tertentu untuk mendirikan tenda
c.       Berapa jam harus tidur
d.      Jam berapa mulai kepuncak
e.      Jam berapa sampai kepuncak
f.        Berapa lama ada dipuncak
g.      Jam berapa harus balik ketenda
h.      Jam berapa harus membereskan tenda
i.        Jam berapa sampai pos pendakian berakhir
j.        Hingga sampai kerumah hari apa dan jam berapa


Semua itu memang tidak sedetail dan harus tepat waktu sesuai dengan yang ditentukan di awal, karena pendaki gunung berada dialam yang segala sesuatunya dapat terjadi kapanpun diluar perencanaan pendaki sebagai manusia. 


Tapi walaupun begitu semua pendaki pasti sudah mempersiapkan semuanya, selain itu selalu ada tim sar yang stand by kapanpun, dan yang terpenting adalah setiap rombongan pendaki memiliki rasa solidaritas yang sangat tinggi terhadap rombongan pendaki lainnya.


Aku masih sangat ingat saat aku mendaki gunung bersama kakak perempuanku dan teman-temannya di Gn. Gede Pangrango (puncak gunung gede). Saat itu ada perasaan takut dalam hatiku karena aku berada disekitar orang-orang yang belum pernah aku kenal sebelumnya, dan akan mendaki gunung yang begitu tinggi hingga dua hari kedepan atau lebih. 


Beruntung aku pernah jalan-jalan kepulau bersama sebagian dari mereka, hingga kecanggunganku sedikit berkurang. Kami memulai pendakian saat siang hari setelah sholat zuhur dan makan siang di warung yang ada di kaki gunung. Kami mengambil jalur pendakian dari cibodas, setelah mengurus pendaftaran ulang sebagai izin pendakian kami pun berkumpul dan berdoa bersama. 


Walaupun kami semua berdoa dalam hati, tapi aku yakin semua doa kami sama yaitu agar kami di mudahkan dalam mendaki gunung, di lindungi selama pendakian, dan sehat walafiat tanpa kekurangan suatu apapun hingga kembali kerumah.






Kami pun memulai pendakian bersama. Mendaki gunung bersama membuatku mulai terbiasa dengan mereka, terbiasa dengan pepohonan yang lebat disekelilingku, dengan angin yang semakin lama semakin dingin, trace bebatuan yang menanjak, suara air gunung yang sangat deras, kicauan burung dan suasana gunung yang sebenarnya. 


Kami pun berjalan bersama-sama, hingga salah satu dari kami ada yang lelah maka kami semua akan berhenti bersama-sama. 


Disela-sela perjalanan dan istirahat kami berfoto-foto, kadang minum, makan telur puyuh, mie instan kering yang tidak direbus, dan coklat kemasan seperti stick. Tidak jarang ada juga yang pakai minyak kayu putih, frest care, koyo, cream panas untuk penghilang pegal-pegal dan obat-obatan lainnya. 


Tidak lupa untuk memasukan sampah kami di tas masing-masing atau pelastik yang kami bawa, karena kami semua adalah pencinta gunung maka kami harus menjaga kebersihannya. Sepanjang perjalanan juga kami sering sekali bertegur sapa dengan pendaki lainnya, walaupun kami tidak mengenal satu sama lain tapi kami semua saling memberi semangat dan menghormati sesama pendaki. “semangat teh”, “semangat pak”, “semangat kakak”, “ayo naik lagi”, “hati-hati ka”, “permisi semuanya”.


Hingga suatu ketika kami terpisah menjadi beberapa bagian, aku bersama kakakku dan beberapa orang lainnya istirahat sebentar sambil menunggu yang lain. Tidak jarang kami menitipkan pesan pada pendaki lain untuk memberitahukan rombongan kami yang masih di bawah. 


“permisi pak, saya dari bekasi. Teman-teman saya masih ada dibawah, saya boleh minta tolong gak pak? Tolong sampaikan pada teman saya dari rombongan bekasi untuk berhenti di pos selanjutnya, karena kami akan menunggu mereka disana”. Bapak itupun menerima pesan tersebut dengan senang hati “owh iya baik nanti akan saya sampaikan, mari kami turun dulu”. “baik pak, terimakasih banyak. Hati-hati dijalan”. Kami pun melanjutkan perjalanan hingga pos berikutnya.


Saat kami sudah bertemu dengan beberapa orang lainnya, kami pun memutuskan untuk mendirikan tenda di pos tersebut sambil menunggu beberapa orang lainnya masih ada dibawah. Hingga beberapa lama kemudian ada rombongan yang datang dari bawah dan berteriak-teriak “rombongan bekasi, rombongan bekasi, rombongan bekasi…” sontak kami pun keluar tenda dan menuju rombongan tersebut. 


“saya pak, saya pak, ada apa ya pak?..”. Ternyata rombongan tersebut memberitahukan kami bahwa ada beberapa orang dari rombongan bekasi yang mendirikan tenda sebelum pos air terjun. Ternyata salam satu dari mereka kakinya sedang sakit, hingga memilih untuk beristirahat dan tidak melanjutkan pendakian. Kemungkinan besok pagi mereka akan turun dan menunggu di kaki gunung, sampai kami semua kembali kebawah. 


Kamipun memaklumi dan mengucapkan terimakasih banyak pada pendaki yang telah menyampaikan pesan tersebut. Beruntung teman-teman yang tertinggal membawa tenda dan persediaan makanan yang cukup.


Keesokan paginya sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak kami  berjalan-jalan diarea post, berfoto-foto di air terjun yang sedang tidak deras airnya, memasak makanan, makan bersama, sholat, mencuci piring tanpa sabun, membuat milk shake susu coklat dan air gunung, membuat agar-agar yang proses pendinginannya hanya 10 menit sampai beku karena tempat merebus agar-agar dicelubkan dalam air gunung. 


Begitu menyenangkan dan dingin pastinya. Setelah kami sudah sudah bersiap-siap, kami pun mulai mendaki ke puncak. Tenda dan barang-barang kami tinggalkan, hanya bekal dan barang-barang berharga saja yang kami bawa.








Banyak sekali hal yang sangat menyenangkan di atas gunung gede pangrango, sungguh alam yang sangat menakjubkan. Ada tujuan yang sangat membuatku ingin sampai kepuncak, aku ingin sekali bertemu bunga edelweiss. 


Namun ternyata track menuju puncak lebih extreme dari track sebelum pos terakhir, aku pun dikejutkan dengan salah satu track yang dijuluki “tanjakan setan”. Silahkan diserching aja track tersebut seperti apa, mungkin karena terlalu terkenal menjadikan alas an semua pendaki yang ingin turun mengantri diatas untuk melewaki track tersebut. Sementara kami memiliki melewati jalan alternative karena lebih cepat dan tidak terlalu extreme. 


Jika diperhatikan lebih mendalam, semakin mendekati puncak gunung maka semakin jarang pepohonan diatas. Bahkan hingga puncak hanya pohon kerdil yang tampak terlihat sepanjang jalan. Sayangnya edelweiss yang sangat aku dambakan belum mekar di puncak gunung gede, walaupun begitu aku cukup puas melihat hamparan lading edelweiss dari kejauhan, tepatnya yang berada di surken (surya kencana).







Kami pun sampai pada puncak gede, aku bahkan tidak percaya bahwa aku berhasil sampai puncak gunung gede. Tapi memang benar, kami belum sampai pada puncak gunung gede. Karna sebenarnya kami masih jauh sekali dari puncak gunung gede yang paling teratas, tapi setidaknya kami tidak lagi menanjak karena jalannya yang landai. And after advanture so long, we reaced the top of the Mountain Big ( Gunung Gede 2958 Mdpl )









Banyak filososi hidup yang aku dapat saat menjadi pendaki gunung:


Aku mendaki gunung bersama orang-orang yang menjadi satu romongan. Sama seperti dengan hidupku aku juga hidup orang-orang yang menjadi satu keluarga baik sedarah maupun sehati.


Bagi seluruh pendaki gunung, mendaki hingga puncak adalah yang didapatkan dari alam hasil dari perjuangan dan semangat mendaki. Sama seperti hidup ini kesuksesan adalah bonus dari kehidupan, dimana kita bisa sukses dari perjuangan dan semangat menjalankannya. 

Mereka yang aku temui di atas gunung dan tidak kukenal sama sekali, mau menegurku, memberikanku semangat, tersenyum, bahkan membantu rombonganku tanpa pamrih. Sadar atau tidak dalam hidup ini banyak orang seperti mereka, melakukan kebaikan dengan tulus pada orang lain yang belum tentu dikenalnya. Karena kebaikan akan mengikuti orang-orang yang baik pula, dan kejahatan akan mengikuti orang-orang yang jahat pula. 
    Banyak perencanaan yang harus dipersiapkan sebelum mendaki gunung. Sama seperti hidup ini, banyak perencanaan yang harus dipersiapkan untuk menuju kehidupan yang lebih baik.

Untuk mendaki gunung dibutuhkan dua dasar terlebih dahulu, yaitu mental yang kuat dan fisik yang kuat karena itu akan menentukan kesehata selama mendaki gunung. Sama seperti hidup ini yang membutuhkan mental dan fisk yang kuat. Setidaknya kita harus memiliki salah satunya untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik lagi.


Saat kamu sedang berada dalam situasi yang sangat mendesak seperti kelaparan, kedinginan, sakit, ingin buang air, hanya orang yang didekatmu yang akan memperhatikan dan menolong untuk pertama kalinya. Sama bukan seperti hidup ini, hanya yang terdekat yang akan memperhatikan kita, begitu pula kita akan memperhatikan orang-orang disekitar kita.
Banyak pantangan yang tidak boleh dilakukan seperti, berteriak memanggil nama, mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya, tidur tengkurab (bersentuhan dengan tanah), tidak boleh bengong, memain-mainkan senter, dan lain sebagainya. Didalam hidup ini juga banyak yang tidak boleh kita lakukan, sebagai umat beragama maka janganlah kamu melanggar perintah agamamu, dan sebagai masyarakan yang memiliki kewarganegaraan maka janganlah kamu melanggar hukum yang  sudah ditegakkan dalam negaramu. Karena setiap larangan yang dilanggar pasti akan mendapatkan konsekuensinya.




Filosofi lainnya mungkin akan kamu dapatkan ketika kamu menjadi pendaki gunung. Karna banyak hal yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, dan ada yang bilang guru yang paling berharga adalah pengalaman ! Thank you for adventure in Gunung Gede the most special and thank you for my sister Lili Nur Idah Sari, ka tari, ka adisty, ka budi, ka lutfi, ka imin, ka udin 1, ka udin 2, ka peter, and everyting.
I hope we can meet again:D




*Bagaimana mungkin kalian membenci pendakian?
Jika belum pernah merasakannya..

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Fajarrr kereem tulisan blog nya 👍👍 jadi kangen sama kalian semua ~~
    kapan kita kegunung bareng lagi??

    BalasHapus
  2. Makasih ka disty, yuk naik gunung lagi :D

    BalasHapus